Posted by: luckymulyadisejarah | June 19, 2008

Sejarah; Gereja; Pasundan

DARI  F. L. ANTHING

DAN NEDERLANDSCHE ZENDINGSVEREENIGING

KE  GEREJA KRISTEN PASUNDAN

Studi tentang Upaya Pekabaran Injil di Jawa Barat (1865-1942)

 

Oleh : Anne Theresia Nurhayati

Mahasiswa Program Studi Ilmu Sejarah

Universitas Padjadjaran (2000)

 

 

 

Latar Belakang Masalah

            Jatuhnya Malaka ke tangan bangsa Portugis merupakan awal masuknya agama Nasrani ke Asia Tenggara. Pada 1511 bangsa Portugis mendatangi Malaka dan merebutnya dari tangan penguasa lokal. Dengan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis maka semakin terbuka jalan menuju sumber utama rempah-rempah yaitu Maluku. Tahun 1521 bangsa Portugis masuk ke Maluku dengan misi berdagang dan mengabarkan Injil mulai 1546. Bagi para pedagang Portugis, mengabarkan Injil (pekerjaan missionari) dan ajaran Katolik merupakan salah satu pekerjaan utama di samping berdagang. Tujuan utama mereka adalah gold, glory, gospel yaitu dapat diartikan kaya, jaya, dan agama.

Pekerjaan para misionaris ditunjang oleh pemerintah Portugis sehingga  agama  Katolik dapat berkembang di Maluku (Ambon-Lease, Bacan, Halmahera, Morotai, Ternate dan Tidore), Minahasa dan Sangir. Pekabaran Injil oleh bangsa Portugis hanya dilakukan di daerah-daerah yang dinilai penting bagi perdagangan mereka seperti Maluku, Sulawesi dan daerah-daerah sekitarnya. Pada awalnya pekerjaan missi adalah salah satu pekerjaan utama bangsa Portugis tetapi kemudian lambat laun dalam praktik, tujuan politik mendesak tujuan pekerjaan missi.

Pengaruh Barat dan agama Kristen Protestan (selanjutnya hanya akan disebut Kristen) masuk ke Nusantara, khususnya Pulau Jawa melalui kedatangan dan kehadiran orang-orang Belanda. Walaupun bangsa Portugis datang lebih dahulu dari bangsa Belanda, mereka tidak sempat punya tempat berpijak di Jawa Barat. Ketika pada 1527 armada Portugis datang ke Sunda Kelapa untuk membantu Kerajaan Sunda, armada itu tidak berhasil mendarat di tempat tersebut. Pada waktu itu Pelabuhan Sunda Kelapa sudah diduduki oleh tentara Mataram dan armada Portugis dapat dipukul mundur. Selama berada di Nusantara perhatian bangsa Portugis hanya tertuju ke wilayah Maluku dan sekitarnya yang merupakan daerah penghasil rempah-rempah. Daerah-daerah lain, termasuk Jawa Barat dipandang tidak penting bagi usaha perdagangannya. Orang-orang Belanda datang ke Asia dengan alasan-alasan ekonomi dan politik seperti Portugis, namun masalah penyebaran agama tidak mereka anggap terlalu penting. Belanda datang hanya untuk monopoli perdagangan.

Untuk memajukan perdagangannya, bulan Maret 1602 bangsa Belanda mendirikan kongsi dagang VOC. Agar memiliki tempat berpijak yang kokoh, VOC di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen menaklukkan Jayakarta (Sunda Kalapa) pada 1619. Di atas reruntuhan Jayakarta VOC mendirikan kota Batavia. Kota itu dijadikan pusat VOC di Nusantara.

Selain menguasai perdagangan Nusantara (dalam hal ini rempah-rempahnya), Belanda juga membawa agama Kristen dan budaya Barat. Pada zaman  VOC, berdiri sebuah gereja Kristen di Depok yang dilayani oleh seorang  pendeta yaitu Pdt. Hulsebos (van den End, 1993: 98). Gereja ini beranggotakan orang-orang Eropa yang tinggal di Depok dan sekitarnya.

VOC tidak mendidik “pelayan-pelayan” gereja agar dapat mandiri dalam menjalankan kehidupan gereja. Gereja menjadi sangat tergantung kepada VOC terutama masalah keuangan dan kebijakan. Ketika VOC mundur pada akhir abad ke-18, gereja ikut terseret dalam kemerosotan ekonomi negara. Ada persamaan metode yang digunakan pemerintah Portugis dan VOC dalam upaya pekabaran Injil yaitu gereja dan pekabaran Injil dikelola oleh negara jajahan, memakai cara-cara negara seperti penggunaan kekuasaan, sikap paternalistis, didahulukannya kepentingan politis dan ekonomis. Selain itu usaha pekabaran Injil hanya dilakukan kepada pribumi yang masih menganut agama suku asli, tidak kepada pribumi dengan agama dan budaya tinggi seperti Islam, Hindu atau Buddha.

Injil mulai dikabarkan kepada penduduk pribumi di Jawa Barat pada paruh kedua abad ke-19 oleh  orang-orang Belanda secara perseorangan dan oleh lembaga pekabaran Injil (selanjutnya hanya akan disebut zending) yaitu Nederlandsche Zendingsvereeniging (NZV). Setelah terbentuk jemaat pribumi barulah upaya pekabaran Injil dilakukan oleh pribumi kepada teman-teman sebangsanya. Jawa Barat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Jawa Barat dalam pengertian geo budaya, yaitu wilayah Jawa bagian barat di mana kebudayaan Sunda lahir, tumbuh, dan berkembang. Jemaat-jemaat yang telah terbentuk mengalami tekanan dari masyarakat non-Kristen sehingga timbul gagasan untuk membentuk desa-desa Kristen yang terlepas dari tata adat masyarakat dan tata adat keagamaan yang non Kristen. Desa-desa yang dibentuk dengan latar belakang demikian adalah desa Pangharepan (di Cikembar, Sukabumi): yang didirikan oleh S. van Eendenburg tahun 1886, desa Cideres (Majalengka) yang didirikan oleh J. Verhoeven tahun 1900, desa Palalangon (di Ciranjang, Purwakarta) yang didirikan oleh B.M. Alkema pada 1902, dan desa Tamiyang (di daerah Cirebon) yang didirikan oleh A. Vermeer pada 1900 (Atje-Soejana, 1975: 35).

 Setelah pemerintah Hindia Belanda menjalankan politik Etis, banyak pemuda Indonesia mengecap pendidikan modern yang berasal dari Barat. Pendidikan modern ini antara lain menjadi salah satu faktor utama munculnya kesadaran baru pada bangsa Indonesia, yaitu menjadi bangsa yang merdeka melalui cara-cara perjuangan yang modern. Begitu pula dengan kesadaran merdeka di kalangan jemaat Kristen pribumi, mereka memiliki keinginan untuk bergereja mandiri dan tidak selalu berada dalam asuhan zending. Sejak tahun 1930 di kalangan zending dan pemimpin pribumi mulai dipikirkan mengenai hal berdiri sendirinya gereja yang selama ini diasuh oleh zending.

Topik tentang Penyebaran Kristen di Jawa Barat hingga terbentuknya Gereja Kristen Pasundan ini dipilih penulis karena menarik untuk diteliti. Kebudayaan masyarakat Sunda di Jawa Barat memiliki keunikan. Suatu budaya asing tidak dapat begitu saja diterima oleh masyarakat dengan pola pikir tradisional tanpa adanya pendekatan konsep teologi lokal yang digunakan para zendeling.

Dalam hal kepercayaan, masyarakat Sunda memiliki kekuatan yang sulit untuk ditembus oleh kepercayaan baru khususnya dari Eropa. Hal ini yang diusahakan zending untuk dilakukan, menyebarkan ajaran Kristen kepada masyarakat Jawa Barat yang sudah memiliki kepercayaan Islam. Penelitian mengenai Kristenisasi di Jawa Barat masih sangat kurang karena keterbatasan sumber penulisan dan peminat, maka penulis mencoba untuk menulis sebuah proses penyebaran Kristen di Jawa Barat hingga terbentuk sebuah jemaat Gereja Kristen Pasundan.

Penelitian ini mengambil periode 1865 hingga 1942. Pekabaran Injil oleh pihak asing di Jawa Barat dimulai sejak kedatangan lembaga zending yaitu NZV dan pekabaran Injil yang dilakukan Anthing sejak 1865. Penelitian ini berakhir tahun 1942 ketika tentara Jepang masuk Jawa Barat karena hubungan Gereja Kristen Pasundan dengan NZV terputus sehingga Gereja Kristen Pasundan menjadi sebuah jemaat yang terlepas dari pengaruh kepemimpinan dan bantuan finansial dari NZV secara total.

 

Perumusan Masalah

            Berdasarkan uraian pada subbab sebelumnya, maka dapat dikemukakan suatu perumusan masalah. Kekristenan yang dibawa pihak asing (Belanda) telah mengalami penyesuaian terhadap adat dan budaya jemaat Kristen Pasundan. Masuknya kekristenan ke Jawa Barat melalui pekerjaan pekabaran Injil oleh perseorangan dan lembaga zending telah menghasilkan sebuah jemaat Kristen Sunda. Untuk membahas masalah tersebut, maka perumusan masalah dalam tulisan ini yang merupakan salah satu langkah penguraian mengenai sejarah Gereja Kristen Pasundan, yaitu:

 

1.      Bagaimana kehidupan keagamaan masyarakat Jawa Barat pada abad ke-19?

2.      Bagaimana upaya pekabaran Injil di Jawa Barat hingga terbentuknya Jemaat Kristen Pasundan?

3.      Bagaimana perkembangan Jemaat Kristen Pasundan dalam membentuk Gereja Kristen Pasundan hingga kedatangan tentara Jepang?

 

 

Perumusan Masalah

            Berdasarkan uraian pada subbab sebelumnya, maka dapat dikemukakan suatu perumusan masalah. Kekristenan yang dibawa pihak asing (Belanda) telah mengalami penyesuaian terhadap adat dan budaya jemaat Kristen Pasundan. Masuknya kekristenan ke Jawa Barat melalui pekerjaan pekabaran Injil oleh perseorangan dan lembaga zending telah menghasilkan sebuah jemaat Kristen Sunda. Untuk membahas masalah tersebut, maka perumusan masalah dalam tulisan ini yang merupakan salah satu langkah penguraian mengenai sejarah Gereja Kristen Pasundan, yaitu:

 

1.      Bagaimana kehidupan keagamaan masyarakat Jawa Barat pada abad ke-19?

2.      Bagaimana upaya pekabaran Injil di Jawa Barat hingga terbentuknya Jemaat Kristen Pasundan?

3.      Bagaimana perkembangan Jemaat Kristen Pasundan dalam membentuk Gereja Kristen Pasundan hingga kedatangan tentara Jepang?

 

Kerangka Pemikiran Teoretis

            Dalam penelitian tentang sejarah pekabaran Injil oleh NZV hingga terbentuk Gereja Kristen Pasundan ini, penulis menggunakan beberapa konsep sebagai pisau analisis. Konsep yang digunakan adalah konsep sejarah gereja menurut Thomas Muller dan konsep teologi lokal menurut Robert J. Schreiter.         

            Menurut Thomas Muller pada hakekatnya sejarah gereja merupakan sejarah pekabaran Injil. Istilah pekabar Injil atau utusan Injil ditujukan pada utusan lembaga-lembaga zending atau para zendeling. Zending berasal dari kata zenden dalam bahasa Belanda yang artinya mengirimkan atau mengutus. Pekabar Injil atau zendeling adalah orang yang membawa kabar atau yang diutus untuk memberi kabar Injil sebagai Firman Tuhan kepada orang lain. Mereka adalah orang Eropa, yang dididik di sekolah pendidikan zendeling di Rotterdam, Utrecht, Barmen atau di tempat lain (van den End, 1999: 3).

            Pekabaran Injil mengakibatkan suatu rangkaian yang baru dari rangkaian gereja yang telah terbentuk, kemudian dari rangkaian yang baru itu terbentuk suatu pangkalan untuk membuat rangkaian yang baru lagi. Ibaratnya gereja berasal dari satu pohon dan satu akar yang sama, yang tumbuh dan berkembang dengan dahan, cabang, dan ranting yang keluar dengan bentuk dan besarnya yang berbeda-beda.

            Dasar pemikiran lembaga zending mengutus zendelingnya adalah Amanat Agung yang tercantum dalam kitab Matius. Amanat Agung diturunkan ketika Yesus diangkat ke Surga setelah empat puluh hari bangkit dari kematian-Nya. Dalam Matius pasal 28 ayat yang ke-19 dan 20 Yesus bersabda,

“(ayat 19) Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, (ayat 20) dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (LAI, 1996:1100).

 

Hal ini yang menjadi pegangan lembaga zending dalam melakukan pekabaran Injil dan dasar Gereja Kristen Pasundan dalam kehidupan gerejawinya.

            Untuk menganalisis penyampaian kekristenan kepada masyarakat di Jawa Barat oleh para misionaris, maka digunakan sebuah konsep yaitu teologi lokal. Menurut Robert J. Schreiter, teologi lokal atau teologi pribumi adalah teologi yang dilakukan oleh dan untuk suatu wilayah geografis tertentu – oleh warga setempat untuk wilayah mereka (Schreiter, 2001: 11). Dalam teologi kekristenan dipahami bahwa Injil tidak jatuh dari langit melainkan ditulis oleh para rasul yang mendapatkan wahyu dari Allah. Iman yang dimiliki umat Allah juga adalah fides ex auditu, yaitu iman yang telah didengar dari orang lain.  Hal ini tentu saja melibatkan budaya dan sudut pandang subjektivitas seorang penyampai pesan dalam hal ini para zendeling. Begitu pula dengan kekristenan itu sendiri, tentunya memiliki corak dan warna budaya missionaris dalam hal ini orang-orang Barat (Belanda). Sebuah upaya kristenisasi yang dilakukan pihak zendeling terhadap masyarakat pribumi akan menemui kesulitan dalam penyampaian apabila para zendeling tersebut tidak memiliki pemahaman akan budaya masyarakat penerima kekristenan tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan sebuah konsep yang memahami pertemuan dua budaya yang berbeda antara pembawa pesan dan penerima pesan.

            Teologi lokal memiliki tiga model yang menggambarkan hubungan antara konteks budaya dan teologi serta hubungan antara teologi dan komunitas tempat teologi itu tejadi. Model-model tersebut adalah:

1.      Model penerjemahan

2.      Model adaptasi

3.      Model kontekstual

 

Model penerjemahan adalah metode penerjemahan Alkitab yang “ekuivalen-dinamis”. Gambaran Alkitabiah diterjemahkan ke dalam konsep-konsep kemudian dicari ekuivalennya dalam bahasa setempat. Prinsip dasar model ini dimulai dengan tradisi gereja setempat dan disesuaikan dengan situasi budaya setempat. Seorang zendeling dituntut agar dapat menyesuaikan dengan budaya setempat. Hal ini dapat dilakukan dengan menyesuaikan bentuk-bentuk dan musik untuk memberikan tempat atau mengikutsertakan kebiasaan dan musik setempat dalam liturgi, ekuivalen-ekuivalen linguistik bagi kategori-kategori teologi (anugerah, keselamatan, dosa, dan pembenaran) ke dalam bahasa setempat (Schreiter, 2001: 15).

Model adaptasi adalah penyempurnaan terhadap kelemahan-kelemahan model penerjemahan. Dalam model adaptasi, para pembawa pesan dituntut melakukan pendekatan dengan para pemimpin lokal sehingga dapat mengembangkan suatu filsafat atau gambaran-gambaran antropologi budaya yang dipergunakan dalam teologi-teologi Barat sebagai dasar untuk mengembangkan suatu teologi (Schreiter, 2001: 18). Dalam mencapai keberhasilan metode ini diperlukan kemampuan para pembawa pesan untuk memahami dan menyelami pola pikir dan adat isiadat masyarakat penerima pesan. Pendekatan adaptasi memiliki kekuatan-kekuatan yang dapat menolong mencapai tujuan ganda yaitu otentisitas di budaya setempat dan rasa hormat serta penghargaan di kalangan gereja Barat. Pendekatan ini dapat memberi gereja-gereja muda rasa kesamaan status dengan gereja-gereja yang lebih tua dan mapan.

Model kontekstual berkonsentrasi secara langsung pada konteks budaya tempat Kekristenan berakar dan diungkapkan. Ketika model adaptasi terus menekankan pada iman yang diterima, model kontekstual mulai dengan refleksinya dengan konteks budaya. Pendekatan kontekstual menekankan pada faktor-faktor sosial  dasar yang disebut pendekatan etnografis. Pendekatan ini memusatkan perhatian pada penindasan dan penyakit-penyakit sosial, serta kebutuhan perubahan sosial yang disebut pendekatan-pendekatan pembebasan (Schreiter, 2001: 26).  Model-model pembebasan menganalisis pengalaman yang dijalani sekelompok masyarakat untuk mengungkapkan kekuatan-kekuatan yang menindas, perjuangan, kekerasan, dan kekuasaan. Mereka memusatkan perhatian pada unsur-unsur konfliktual, yang menindas suatu  komunitas  atau mencabik-cabiknya (Schreiter, 2001: 27). Di tengah kemiskinan yang menekan, kekerasan politik, perampasan hak-hak asasi, diskriminasi, dan kelaparan, orang Kristen bergerak dari analisis sosial  ke usaha menemukan gema dalam kesaksian alkitabiah agar dapat memahami perjuangan dan menemukan arah untuk masa depan. Model-model pembebasan memusatkan perhatian pada perlunya perubahan.

            Model dari konsep teologi lokal yang digunakan dalam pekabaran Injil di Jawa Barat adalah model penerjemahan dan adaptasi. Penerapan model penerjemahan adalah penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Sunda, penyampaian khotbah dalam bahasa Sunda, dan penyesuaian nama tokoh-tokoh Alkitab ke dalam nama daerah Sunda. Penerapan model adaptasi adalah pendekatan yang dilakukan para zendeling kepada para pejabat lokal. Model kontekstual yang merupakan teologi pembebasan dan memusatkan pada perubahan tidak terjadi dalam pekabaran Injil di Jawa Barat.

 

 

 

 

 

 

 

     

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Responses

  1. nice blog
    minta ijin saya link ke blog saya ya

    • mangga, ok

  2. penulis yang terhormat, saya seorang guru honorer swasta, sangat ingin mengetahui tentang pandangan nabi isa ibnu maryam menurut versi gereja keristen pasundan,

  3. saya mahasiswa STT Jakarta utusan GKP. sekarng saya sedang menulis skripsi dengan judul “kontekstualisasi liturgi GKP”. bisakah saya memperoleh daftar pustaka dari tulisan berjudul: DARI F. L. ANTHING DAN NEDERLANDSCHE ZENDINGSVEREENIGING KE GEREJA KRISTEN PASUNDAN : Studi tentang Upaya Pekabaran Injil di Jawa Barat (1865-1942), oleh : Anne Theresia Nurhayati. terima kasih.

    • Saya kira bacaan wajibnya Th van den End tentang PI di Jawa Barat. Tetapi kalau bisa bahasa Belanda mungkin bisa juga dilacak kumpulan bukunya bapak Mintaredja Rikin

  4. Syalom : ada desa katolik dan gua maria di desa cigugur kabupaten kuningan, GBU

    • Bahasan ini spesifik tentang NZV, Desa Katolik dan Gua Maria di Cigugur Kuningan bukan hasil pewartaan dari NZV tetapi dari misionaris Jesuit. Jadi di sini pasti tidak diikutsertakan karena ada dalam pembahasan sejarah Gereja Katolik Jawa Barat. Tks

  5. kuningan propinsi jawa barat

  6. Penulis Yth.
    Sejarah GKP khususnya pewartaan Injil di Jawa Barat tidak bisa dilepaskan juga dari mata airnya, yaitu Cigelam. Dalam bahasan ini tidak ada. Apakah ada kesulitan perolehan data?
    Tks

  7. saya anggota jemaat GKP dan mahasiswa teologi… saya sedang mencari data tentang pengaruh animisme pada masyarakat Sunda beragama Kristen. apakah ada yang bisa memberi saya artikel atau sumber2 lain berkenaan dengan hal itu?

  8. kalau saudara kekasih ingin tahu tentang Gereja Kristen Pasundan Cigelam,Hub: PHILIPUS SALIM, d/a Kp.Cigelam Rt.004 Rw.003 Desa Muktijaya Kec.Setu Kab.Bekasi Kode Pos 17328, Telp:0818 46 36 58, (021)26405414.GBU

    • saya sdg menyusun buku silsilah Pa Kolot Ibrahim dan Ma kolot Sarah, yg ingin saya ketahui beliau berasal dari mana, tks

  9. kalau saudara kekasih ingin tahu tentang Gereja Kristen Pasundan Cigelam,Hub: PHILIPUS SALIM, d/a Kp.Cigelam Rt.004 Rw.003 Desa Muktijaya Kec.Setu Kab.Bekasi Kode Pos 17328, Telp:0818 46 36 58, (021)26405414.GBU

  10. Allah SWT telah menetapkan dalam FirmanNya : Barangsiapa yang menganggap Nabi Isa Alaihimussalam adalah Tuhan.Maka Kafirlah dia.Dan tempat orang kafir itu adalah Neraka Jahannam yang tidak akan pernah Kaum Kafir Kristen dapat keluar dari Neraka Jahannam itu.

  11. Wahai Para Murtadin (Islam) dan Kafir Kristen kenapa anda tidak berani mengomentari komentar saya.

  12. salut tuk sdr.Yafet Banyutawa dari Bekasi yang tak kenal lelah mencari jejak keturunan cigelam yang menjadi cikal bakal GKP Cigelam,tetap semangat,Tuhan Memberkati.

  13. saya mahasiswa s2 walaupun bukan jemaat GKP tetapi mengenal Tuhan dari GKP, sedang menyusun teisis tentang Mr F.L. Anting, apakah bapak ada bahannya. Trim YBU. agusrohaedi@yahoo.com

  14. berarti terbentuk nya GKP penuh dengan perjuangan dong?. .GBU.

  15. agam penjajah koQ diPilih john:D

  16. Agama orang sinting…pikiran di simpan di dengkul…mana ada tuhan beranak,berarti bapak nya yesus ada bapa nya lagi dan sterus nya begitu…lebih parah dari zaman firaun.

    • Asytaghfirullah’,, sungguh rugi orang orang yg menjauhi allah swt, segeralah bertaubat’ bedoa akan hidayah,,


Leave a reply to Anonymous Cancel reply

Categories